Skripsi IAT
MAKNA HAYATAN THAYYIBAH DALAM AL-QUR'AN (Studi komparatif Al-Qusyairi dan Al-Maraghi dalam Surah An-Nahl ayat 97)
Putra Adisyah Pramana, 201912134078, Makna Hayatan Tayyibah dalam Al-
Qur’an (Studi Komparatif Al-Qusyhairi dan Ahmad Musthafa Al-Maraghi:
Surah An-Nahl Ayat 97), Skripsi Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir STAI
Al Fithrah Surabaya.
Hayatan thayyibah merupakan salah satu konsep dalam Al-Qur’an tentang
tatacara menjalani hidup yang diridhoi oleh Allah swt. Dalam kehidupan modern,
nilai-nilai immaterial mulai dilupakan dan banyak dari manusia yang terjerumus di
dalamnya, sehingga hayatan thayyibah hadir sebagai tawaran untuk merevitalisasi
nilai-nilai tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan dalam penelitian ini adalah,
1) Bagaimana konsep h}aya>h} t}ayyibah menurut Imam Al-Qusyairy dan Imam Al-
Maraghi?. 2) Bagaimana aktualisasi makna h}aya>h} t}ayyibah dalam pandangan
Imam al-Qushayri dan al-Maraghi dalam kehidupan kontekstual?. Adapun metode
penelitian yang dugunakan ialah penelitian komparatif dengan menghadirkan dua
tokoh tafsir yakni al-Qusyairi dan al-Maraghi untuk menguak makna hayatan
tayyibah dalam Q.S al-Nahl ayat 97. Menurut al-Qusyairi, hayatan tayyibah ialah
kehidupan baik yang diperoleh dari manisnya keta’atan kepada Allah swt. Kunci
hayatan tayyibah, selain iman dan amal baik, juga harus disertai dengan sikap
qana’ah. Demikian pula al-Maraghi menjelaskan bahwa hayatan tayyibah dapat
dibangun melalui sikap qana’ah yakni merasa puas atas segala hal yang
dianugerahkan oleh Allah swt.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa term “hayatan tayyibah” memiliki
implikasi dalam kehidupan kontekstual atau kontemporer. Masyarakat modern
yang cenderung materialsm menjadi penyebab rusaknya moral manusia, ketika
merasa kurang puas, mereka akan melakukan apapun untuk meraihnya baik dengan
jalan kebaikan maupun sebaliknya. Sehingga, di sinilah pentingnya konsep hayatan
tayyibah untuk mereduksi timbulnya kejelekan-kejelekan tersebut. Untuk
menggapai hayatan tayyibah seseorang harus memiliki sifat qana’ah (merasa
cukup/puas) baik dari aspek dahir maupun batin. Sifat qana’ah tidak dapat digapai
kecuali dengan usaha yang maksimal yakni menggunakan nikmat-nikmat Allah
secara proporsional dan mentasarrufkannya pada hal-hal yang baik. Dengan
demikin, seorang hamba bisa membentengi dan mengontrol dirinya agar tidak
terjerumus dalam fitnah dunia.
Kata Kunci: H>}ayatan T>}hayyibah, Al-Qushayr}i>, dan Al-Mara>ghi>
Tidak tersedia versi lain